Kamis, 27 Juni 2013

Pro dan Kontra Pemberian BLSM dan Kenaikan BBM

Keputusan pemerintah untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menuai banyak argumen dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari kalangan legislatif, eksekutif hingga masyarakat itu sendiri. Tak pelak momen ini terkadang menjadi kesempatan politik untuk saling beradu argumen, baik dari pihak oposisi maupun koalisi. Masing-masing pihak menganggap pendapat yang dikemukakan adalah yang paling tepat untuk rakyat. Namun adakah maksud lain dibalik argumen yang diungkapkan?

Pandangan Pro

Tatang Hernas Soerawidjaja, dosen Program Studi Teknik Kimia ITB yang juga merupakan anggota Dewan Riset Nasional (Komisi Energi) dan Wakil Ketua Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan (METI) menyatakan bahwa pada praktiknya tujuan hakiki dari pemberian subsidi BBM di Indonesia tidak tercapai dan telah salah kaprah, serta merupakan penghamburan sia-sia anggaran negara.
“Minyak bumi dan bahan bakar fosil sebagai konsumsi pokok masyarakat kian langka dan mahal, dan masyarakat pun seharusnya siap akan pergeseran pemanfaatan sumber energi primer dari bahan bakar fosil ke sumber-sumber terbarukan, “ jelas Tatang.
Senada dengan Tatang, Aditya Prasetyo, Ketua Divisi Kajian Energi Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB mengutarakan bahwa kebijakan subsidi BBM kini sudah tidak relevan dan cacat.
“Berdasarkan data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 40% masyarakat menengah kebawah hanya memperoleh manfaat sebesar 13,92% saja dari subsidi BBM. Sedangkan penikmat subsidi BBM adalah 20% orang mampu dan berada di Indonesia dengan bagian 48,44%,” cetus Aditya.
Aditya berpendapat, subsidi BBM hanya akan mendorong prilaku konsumtif di masyarakat dan menyebabkan masyarakat mengkonsumsi BBM dengan boros dan ceroboh. Harga BBM yang realistis akan mendorong penghematan dan proses konversi ke sumber energi lain yang lebih bersih.

Pandangan Kontra

Bertolak belakang dengan pendapat diatas, beberapa elemen mahasiswa menolak kenaikan harga BBM. Salah satunya aksi teatrikal pembuatan replika kuburan di sekitar Bundaran Videotron di Jalan Pahlawan, Semarang, Jawa Tengah.
Bellagia Ady Nugroho, sebagai koordinator aksi mengatakan, pembangunan kuburan sebagai sindiran atas matinya hati nurani pemerintah SBY dan DPR, karena telah menaikkan harga BBM. Bellagia pula menambahkan alasan pemerintah menaikkan harga BBM untuk menekan subsidi dalam APBN dinilai tidak masuk akal.
Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan efek kenaikan harga BBM terhadap rakyat kecil dibandingkan dengan APBN.
“Menekan subsidi hanya alasan tipu-tipu pemerintah agar masyarakat bisa menerima kenaikan BBM. Kami menolak keras hal ini,” ungkapnya.
Penolakan juga diungkapkan oleh Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. Dia menjelaskan, dampak dari kenaikan BBM sangat terasa oleh masyarakat kalangan bawah, terlebih solusi Bantuan Langsung Subsidi Masyarakat (BLSM) dirasa kurang menyasar dan bersifat sementara saja.
“Bantuan Langsung (BLSM) itu sifatnya hanya sesaat, kalau kenaikan BBM itu berlaku selamanya. Jadi bantuan langsung itu tidak ada gunanya sama sekali,” paparnya.
Sementara itu Sekretaris Kabinet (Seskab), Dipo Alam, pasca persetujuan DPR terhadap APBN-P 2013 yang berarti penyesuaian harga BBM akan segera dilakukan oleh Pemerintah mengatakan bahwa pengurangan subsidi BBM tidak hanya sekedar menyehatkan postur APBN, namun juga mengubah alokasi subsidi langsung kepada masyarakat miskin jauh lebih besar.
“Selama ini sebagian besar subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang memiliki kendaraan mobil, yang tergolong kaya. Dengan mengurangi subsidi BBM, Pemerintah justru menambah alokasi anggaran subsidi langsung kepada masyarakat miskin,”  ujar Seskab.
Pemerintah, lanjut Seskab, mengubah subsidi BBM yang tidak tepat sasaran itu menjadi subsidi yang lebih tepat dengan cara memberikan langsung kepada masyarakat miskin.
“Program-program perlindungan sosial yang selama bertahun-tahun ini sudah berjalan, seperti program Raskin,  Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) diperluas cakupannya dan ditingkatkan besarannya,”  ungkap Seskab.

Selain Itu, Bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai tak lebih sebagai drama politik jelang Pemilu 2014. BLSM pun dinilai tak beda dengan bantuan langsung tunai (BLT) menjelang Pemilu 2009.

“Kenaikan BBM dan pemberian BLSM itu menjadi drama politik, seolah-seolah menjadi suatu pembenar untuk menunjukkan iklan politik bahwa rakyat memang perlu BLSM,” kata Wakil Sekretaris Jendral PDI Perjuangan Hasto Kristianto, usai menjadi pembicara dialog kebangsaan ‘Mewujudkan Pemilu 2014 Bersih, Berkualitas, dan Bermartabat’ yang diselenggarakan Bawaslu di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (25/6/2013). 

Hasto mengungkapkan, sebelum pelaksanaan Pemilu 2009 lalu, pemerintah juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2008. Ketika itu, pemerintah pun mengucurkan BLT sebagai kompensasi. “Pada bulan juni 2008-februari 2009 diberikanlah dana BLT yang jumlahnya begitu besar, di situ motif politiknya begitu besar daripada kompensasi kepada rakyat akibat kenaikan BBM,” tegasnya. 

Menurut Hasto, kenaikan harga BBM juga lebih disebabkan karena tata kelola kebijakan keuangan pemerintah yang berantakan, bukan karena imbas kenaikan harga minyak dunia. Kalaupun harga BBM harus naik dan masyarakat perlu kompensasi, tambah dia, bentuk yang tepat bukan BLSM melainkan pembukaan lapangan kerja baru.

BLSM, tegas Hasto, secara tidak langsung mendidik masyarakat untuk menjadi pribadi malas. Terlebih, BLSM yang diberikan pemerintah sifatnya hanya sementara. “Konteksnya, menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, bukan untuk mengkompensasikan penderitaan rakyat yang sifatnya hanya sementara,” papar dia.


Berbagai argumen ini memperlihatkan bahwa pro kontra memang selalu terjadi. Terlebih momen mendekati pemilu, BBM selalu saja menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Masing-masing pihak saling mengklaim pendapatnya demi kepentingan rakyat. Tidak tahu ada apa dibalik argumen masing-masing pihak, pureuntuk kesejahteraan rakyat atau malah menyengsarakan rakyat. Mari kita kawal bersama, bagaimana yang akan terjadi pasca kenaikan BBM bersamaan dengan disertujuinya APBN-P 2013. BBM naik bukan akhir dari segalanya.

Sumber :
http://politik.kompasiana.com/2013/06/25/pro-kontra-penikmat-subsidi-bbm-adakah-kepentingan-terselubung-572097.html
http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1630/1/Pro.Kontra.Kenaikan.Harga.BBM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar